Lu’Lu’ Rofi’atu Laila
(S. 1115. 223)
Islamic
Economics Sciences
Tazkia
University College of Islamic Economics
Jl.
Ir. H. Djuanda No. 76 Sentul City, Bogor.
Abstract
In the last decades, the benefit of international trade
has been believed shown by the increasing number of Free Trade Agreement (FTA)
between country and region, including AEC by 2015. One of atracting sector with
significant growth 12,6% annually is halal food sector. Much have been discussed
Ibn Khaldun’s contribution on economics, however, there are few number studies
discussed his international trade theory. This paper aims to discribe Ibn
Khaldun’s contribution on modern trade, particularly Heckscher
Ohlin’s (1933) “HO Theory”, Raymond Vernon’s (1966) “Product Cycle Theory” and
John Dunning’s (1975) “Eclectic (OLI) Paradigm Theory” then compare them with
special reference to Indonesian halal food export. This paper consist of three
main chapter with introduction as the first chapter. The second chapter
describe the discussion including literature review used in paper and chapter
three conclude the paper. The result shows that there are striking similarities
beetween his thought and these modern theoriest, though the writer do not imply
that these theories are directly driven from Ibn Khaldun’s Muqaddimah. Through
the infiltration between His thought and these theories, there are certain
steps that can be used to maximize Indonesian halal food export so that we can
achieve the benefit of trade which are people’s satisfaction, merchant’s profit
and the wealth of nation.
Keyword: International trade, Ibn Khaldun, HO, OLI, Product Cycle Theory, Halal food
I. Introduction
Dalam beberapa dekade terakhir, manfaat dari Free
Trade Agreements (FTA) telah dipercayai terbukti dengan terus bertambahnya
jumlah FTA antar negara dan wilayah. Jumlah FTA global dan juga wilayah ASEAN
bahkan hampir mencapai dua kali lipat dalam satu dekade (ADB, 2013).
Pertumbuhan FTA tersebut dapat dilihat pada gambar 1 yang menunjukkan bahwa
jumlah FTA yang telah ditandatangani dan telah berjalan, dalam negosiasi, serta
yang baru saja diusulkan telah meningkat tajam sejak awal tahun 1990-an,
sedangkan FTA yang telah ditandatangani tapi belum berjalan cenderung konstan.
Sumber: Asian Development Bank (2013)
Gambar
1. Tren FTA di dunia, 1975-2013
Pada tahun 2015, negara-negara anggota ASEAN
akan segera menerapkan the ASEAN Economic Community (AEC)
yang memiliki tujuan utama mengintegrasikan pasar dan basis produksi di ASEAN. Tujuan
tersebut dapat dicapai melalui lima elemen dasar yaitu arus bebas barang; jasa;
investasi; modal; serta tenaga kerja berpengalaman (Effendi, 2014).
Salah satu sektor yang berhasil menarik perhatian
dengan tren peningkatan yang signifikan adalah produk halal, khususnya makanan
halal. Angka perdagangan makanan halal dunia mencapai 632 milyar USD
pertahun dan mencapai 17% dari industri makanan dunia secara keseluruhan. Dari
angka tersebut, pada tahun 2010 pasar perdagangan makanan halal yang terbesar
terletak di Asia dengan nilai 400 milyar USD dan terendah di Australia dengan
nilai 1,2 milyar USD. Pasar ini tidak terpengaruh secara signifikan oleh krisis
dunia dan telah mengalami pertumbuhan sebesar 12,6% dalam kurun waktu enam
tahun sejak 2004 (Agri-Food Trade Service Kanada, 2011).
Tabel 1. Pasar Makanan Hala Dunia Berdasarkan Benua 2009-2010
(USD)
Sumber:
World Halal Forum 2009 Post Event Report
Potensi tersebut selayaknya dikembangkan
menggunakan teori-teori yang relevan. Sebagai manhaj al-hayah, Islam
telah memberikan petunjuk yang jelas disegala aspek kehidupan termasuk
aktivitas ekonomi. Allah secara jelas berfirman bahwa Islam merupakan jalan
hidup yang sempurna dan telah Allah sempurnakan bagi seluruh pemeluknya (al-maidah,
ayat 3). Salah satu pemikir Islam yang berkontribusi dalam hal ini adalah Ibnu
Khaldun. Beliau menyatakan bahwa perdagangan internasional akan memberikan
kepuasan pada penduduk, keuntungan bagi pedagang dan meningkatkan kekayaan
negara (Oweiss, 2003).
Meski banyak yang membahas kontribusi Ibnu Khaldun
dalam ilmu ekonomi, khususnya tentang theory of labor and value, income
distribution and growth, market equilibrium, public finance and taxation
(Ahmad, 1996; Boulaikia 1971; Sofi, 1995; Ali & Thomson,1999), namun belum
banyak yang membahas teori-teori perdagangan internasional beliau yang searah
dengan teori-teori modern (Ahmad dan Mahmud, 2006) khususnya yang
dipropagandakan oleh; E.F. Heckscher & B. Ohlin (HO Theory) (1933), Raymond
Vernon (Product Cycle Theory) (1979) serta John F. Dunning (Eclectic Paradigm/
OLI Theory) (2000).
Paper ini bertujuan untuk menganalisa teori-teori
perdagangan internasional yang dikemukakan oleh Ibn Khaldun dan perbandingannya
dengan teori-teori perdagangan internasional modern khususnya HO, Product
cycle dan OLI theory yang secara khusus mengacu pada ekspor makanan
halal di Indonesia. Paper ini terdiri dari tiga bagian utama, termasuk introduction
sebagai bagian pertama. Bagian kedua berisi diskusi terkait permasalahan yang
diangkat dalam paper sekaligus literatur review yang digunakan. Bagian akhir
paper yang juga sebagai penutup, akan menyimpulkan keseluruhan paper.
II. Discussions
Meski tidak terbukti secara empiris bahwa
teori-teori perdagangan internasional yang menjadi cikal bakal terbentuknya
berbagai teori perdagangan modern berasal dari pemikiran ibnu khaldun, namun
beberapa ide dari Hekscher, Ohlin, Vernon dan Dunning memiliki kesamaan, sedikitnya
dalam beberapa bagian. Ketidaksamaan ini dikarenakan pada zaman Ibn Khaldun
bentuk dari globalisasi perdagangan sebagian besarnya hanyalah impor dan ekspor
keahlian sedangkan bentuk globalisasi pada abad ke-20 tidak hanya impor-ekspor
tetapi juga investasi asing (Ahmad dan Mahmud, 2006).
Evolusi
Teori Perdagangan Internasional
Berdasarkan berbagai tahapan perdagangan
internasional dan teori-teori yang dikembangkan untuk menjelaskan fenomena ini
selama beberapa abad, terdapat beberapa teori yang sejalan dengan pemikiran Ibn
Khaldun. Teori dan bentuk aktivitas perdaganga internasional tersebut dapat dituliskan
sebagai berikut:
Tabel 2. Teori dan Bentuk Aktivitas Perdagangan International
Sumber:
Ahmad dan Mahmud (2006), dengan beberapa perubahan
Adapun pemikiran-pemikiran lain yang dirasa
tidak sejalan dengan pemikiran Ibn khaldun tidak dicantumkan dalam tabel. Teori
yang akan dibahas dalam paper ini adalah teori perdagangan internasional yang
dikembangkan selama pertengahan kedua abad ke-21 dan setelahnya. Teori Smith
dan Ricardo tidak akan dibahas dalam paper ini karena selain telah banyak yang
membahas, juga karena teori klasik dan neoklasik tersebut telah berevolusi
dalam teori modern. Artinya, teori-teori modern tersebut merupakan sintesis dari
teori-teori sebelumnya.
Heckscher-Ohlin (HO) Theory (1944)
Teori HO menyatakan bahwa perdagangan
internasional lebih banyak disebabkan oleh perbedaan dalam sumberdaya. Teori
ini disebut juga teori perdagangan “factor proportion” (Krugman, et al,
2010). Hekcscher-Ohlin menyatakan bahwa suatu negara harus memproduksi dan
mengekspor komoditas yang menggunakan relative abundant factor dan
mengimpor komoditas yang menggunakan relative scarce factor (Suranovic,
2004; Leamer, 1955; Krugman et al, 2010). Faktor produksi yang dimaksud dapat
berupa modal maupun tenaga kerja.
Pada masa Ibn Khaldun, produksi barang
sebagian besar merupakan labor intensive. Hal ini tercermin dari
pengulangan ide beliau dalam muqaddimah bahwa populasi yang besar (tenaga kerja
yang banyak) akan menyebabkan suatu kota menjadi kaya. Ibn Khaldun juga
menyarankan untuk mengekspor kelebihan barang dari kota dengan labor
intensive sehingga dapat membawa lebih banyak kekayaan bagi suatu kota.
“If the labor or the inhabitants of a town or city
is distributed in accordance with necessities and needs of those inhabitants, a
minimum of the labor will suffice. The labor (available) is more than is
needed. Consequently, it is spent to provide the conditions and customs of
luxury and to satisfy the needs of the inhabitants of other cities. They import
(the things they need) from people who have surplus through exchange or
purchase. Thus, the people who have surplus get a good deal of wealth”. (Rosenthal, 1987; Thoha, 2009).[1]
Pernyataan
Ibn Khaldun tersebut, selain ekspor beliau juga menyarankan untuk mengimpor
barang-barang yang dibutuhkan dari kota lain yang memiliki surplus dalam jenis
barang yang berbeda. Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa sepintas Ibn
Khaldun telah menunjukkan teori keuntungan absolut dan komparatif.
Product
Cycle Theory (Raymond Vernon) (1966)
Teori siklus produk yang dikembangkan oleh Raymond
Vernon terdiri dari tiga tahapan, yaitu: 1) The New Product- merupakan produk
yang baru saja ditemukan, diproduksi dan dijual secara domestik; 2) The
Maturing Product- Negara penemu menjual produknya ke negara lain. Pada
tahap ini, terdapat banyak produsen sehingga harga dari barang akan menurun; 3)
The Standardize Product- produksi barang yang sama akan menyebabkan
perubahan lokasi produksi ke negara lain yang mempunyai keuntungan kompetitif
lebih baik. Negara penemu bisa saja menjadi negara pengimpor ketika mereka
kehilangan keuntungan kompetitif (Vernon, 1979).
Ide untuk mengekspor produk baru atau mengekspor
teknologi baru untuk menghasilkan produk baru itu sendiri telah dijelaskan oleh
Ibn Khaldun. Beliau menyatakan bahwa:
“If a particular craft is in demand and there are
buyers for it, that craft, then, corresponds to a type of goods that is in
great demand are imported for sale. People in towns, therefore are eager to
learn that craft, in order to make a living through it”. (Thoha, 2009).
Kemiripan pemikiran antara Ibn Khaldun dan Vernon
terletak pada inovasi yang dihasilkan dan dijual di negara asal, dengan cepat
akan diekspor dan dibuat dinegara lain. Meski Ibn Khaldun tidak menyatakan
siklus produk secara lengkap dengan menjelaskan bahwa jika negara penemu
kehilangan keuntungan kompetitifnya, ia akan berakhir menjadi negara pengimpor,
secara umum Ibn Khaldun telah mengusulkan bagian pertama, kedua dan awal bagian
ketiga dari ide siklus produk melalui pengamatannya tentang adanya impor keahlian
dari negara lain ke Maghreb dengan kesadaran bahwa barang tersebut telah ada
dinegara asal (tahap 1 & 2), serta perpindahan produksi dikota jika
penduduk mau belajar (awal tahap 3).
Dunning
Eclectic Paradigm (OLI) Theory (1967)
Pada awalnya, teori ini berhubungan dengan teori produksi
internasional. Teori OLI kemudian dikembangkan untuk mengaji FDI dan
perdagangan internasional (Galan and Benito, 2001; Jiang, 2004; Madhok &
Phene 2001).
Teori ini menyatakan bahwa perusahaan yang akan
mengembangkan usahanya ke pasar luar negeri, harus memiliki tiga keuntungan,
yaitu: a) The Ownership (O) advantage- yang mana harus unik dan
berhubungan dengan aset, kemampuan teknologi dan keterampilan. Keuntungan ini
dimiliki oleh perusahaan; b) Location (L) advantage- negara tuan
rumah dimana perusahaan akan berinvestasi memiliki faktor-faktor yang kondusif
untuk investasi dan perdagangan; c) The Internalization (I) advantage-
merujuk pada kemampuan perusahaan untuk mengatur dan mengontrol dari dalam.
a)
The O
advantage
Kembali menggunakan pernyataan Ibn Khaldun yang
telah dikutip terkait keahlian sebelumnya, Ibn Khaldun sangat paham bahwa para
pengrajin di negara lain mengetahui bahwa produknya akan diminta di tempat lain
jika produk tersebut baru. Inilah yang disebut oleh Dunning sebagai O
advantage. Beliau menggambarkan transfer teknologi dari satu negara ke negara
lain, dimana penduduk lokal akan mendapatkan teknologi baru dengan cara
mempelajari keterampilan baru ini.
b)
The L
advantage
Ibn Khaldun menyatakan bahwa jika tempat tersebut
kondusif, maka ditempat itu akan terjadi perdagangan dan perniagaan. Beliau
kembali menyatakan bahwa tempat yang memiliki lingkungan kondusif yaitu:
1)
Perekonomian, ukuran pasar
dan kekuatan daya beli yang sehat
2)
Kebijakan pajak dan
perdagangan yang membantu
Ibn Khaldun menulis dalam bukunya:
“Known that the arbitrary
appropriations by the government of men’s property results in the loss of
incentives to gain when man realize that what they have accumulated will be
taken away from them”. (Issawi,
1958; pg.84)
Beliau menegaskan bahwa jika negara berkebijakan
untuk mengambil alih maka akan terjadi kehilangan insentif yang mendorong
kepada kemunduran dalam perusahaan. Beliau juga memperingatkan bahaya tingginya
pajak yang akan berpengaruh pada (i) harga barang dan jasa dan (ii) penurunan
perekonomian negara (dikenal sebagai kurva Laffer. Laffer, 2004).[2]
3)
Pengeluaran pemerintah pada
kebutuhan dasar dan kebutuhan untuk melindungi bisnis; serta
Ibn Khaldun menyebutkan bahwa pengeluaran
pemerintah harus dihabiskan dalam bentuk barang dan jasa sehingga uang tersebut
dapat bergerak menuju masyarakat.
“… whose expenditure flows
like water, fertilizing all it touches…” (Issawi, 1958; pg. 90).
4)
Pasar baru
c)
The I
advantage
Faktor
ini menyatakan bahwa perusahaan atau pedagang harus memiliki kontrol penuh
dalam operasionalnya ketika membuka usaha di luar negeri (Dunning, 1988).
Artinya, perusahaan harus benar-benar memproduksi dan atau mendistribusikan
barang-barangnya sendiri ke negara lain. Akan tetapi dalam bukunya, Ibn Khaldun
tidak menyebutkan apapun tentang hal ini. Dengan begitu, faktor “I” tidak
ditemukan dalam Muqaddimah Ibn Khaldun karena tidak adanya indikasi FDI pada
masanya. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa globalisasi pada
saat itu tidak sekompleks saat ini dengan bentuk globalisasi hanya sebatas
impor-ekspor.
The
Evidence from Indonesian Halal Food Export
Berbagai studi menyebutkan bahwa keberadaan AFTA
telah membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia melalui peningkatan
ekspor (Ekanayake, Mukherjee and Veeramacheneni, 2010; Kalirajan and Singh,
2008; Yuniarti, 2008; dan Effendi 2014). Meski begitu, berdasarkan data yang
dirilis oleh BPS pada tahun 2013 menunjukkan bahwa negara mitra dagang terbesar
Indonesia berasal dari negara-negara diluar AFTA. Penelitian yang dilakukan
oleh Effendi (2014) membuktikan secara empiris bahwa perdagangan intra-ASEAN menurun
secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perdagangan negara-negara
ASEAN tidak sesuai dengan blueprint AFTA.
Sumber:
BPS (2013)
Gambar
2. Indonesia Top Trading Partners, 2011 (million USD)
Mengacu
kepada beberapa teori perdagangan diatas, banyak hal yang dapat dilakukan oleh
Indonesia untuk memaksimalkan potensi perdagangannya terutama disektor makanan
halal. Melalui analisis teori HO dan pemikiran Ibn Khaldun, Indonesia
memiliki keunggulan absolut terhadap negara Malaysia berupa lahan dan hasil
pertanian serta hasil laut yang melimpah mengingat keberadaan Indonesia sebagai
negara maritim. Selain itu, ambisi Malaysia untuk menjadi pusat halal dunia
terkendala dengan terbatasnya pasokan bahan mentah (Dirjen Asia Pasifik, 2007).
Celah ini tentunya dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dengan menyediakan supply
makanan halal seperti contract farming untuk peternakan sapi, kambing, maupun
ikan. Keunggulan Indonesia di bidang ini, selain Indonesia bebas dari penyakit
food and mouth disease, sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama
Indonesia juga telah diakui oleh dunia termasuk Malaysia.
Adapun
analisis product cycle theory untuk ekspor makanan halal
Indonesia juga dapat diimplementasikan. Produk halal Indonesia yang telah
melewati sertifikasi halal oleh LPPOM MUI saat ini diakui dunia. Hal ini
dikarenakan MUI merupakan lembaga sertifikasi halal dengan standar terbaik di dunia
dengan pengalamannya selama 20 tahun. Terbukti baru-baru ini 11 lembaga
sertifikasi dari 11 Negara di Asia, Australia, Eropa dan AS mempelajari sertifikasi
halal di Indonesia, bahkan standar sertifikasi halalnya telah diikuti dan digunakan
di berbagai negara (Dr. Tjipto Subadi MSi). Indonesia dengan keuntungan
kompetitif berupa kepemilikan sumber daya dan tenaga kerja, tanah yang subur sekaligus
pasar yang sangat besar menjadikannya unggul baik secara absolut maupun
komparatif.
Analisa teori OLI yang
dimulai dengan “O” advantage dimiliki Indonesia dengan keberadaan produk khas
Indonesia yang sangat banyak serta kemampuan untuk mendiversifikasi produk
makanan halal (produk mentah, olahan, dll). “L” advantage Indonesia terlihat
dari perekonomian, ukuran pasar dan kekuatan daya beli yang sehat dari negara
mitra dagang. Sebagai contoh Perancis dengan pasar makanan halal terbesar di
Eropa mencapai 17,6 milyar USD pada tahun 2010 atau mencapai 25,76% dari total
nilai perdagangan Eropa. Selain itu, kebijakan pajak dan perdagangan yang membantu
perdagangan Indonesia dengan negara-negara mitra dagang diuntungkan dengan
adanya persetujuan FTA. Keunggulan ini juga didapatkan dari pemaksimalan ekspor
ke Malaysia karena jaraknya yang dekat, tarif relatif murah dan terjadi supply
gap dinegara tersebut. Adapun strategi untuk membuka pasar baru dapat dilakukan
dengan ekspor dan pemenuhan diversifikasi produk halal ke negara-negara eropa
yang merupakan kunci pertumbuhan ekonomi dunia, pemaksimalan AFTA dengan
memperbaiki kinerja ekspor antar negara anggota serta memanfaatkan “I”
advantage dengan membentuk kebijakan investasi asing berorientasi asing
sebagaimana yang telah diterapkan oleh Malaysia untuk mendongkrak ekspor.
Untuk memudahkan pemahaman terkait analisis teori
terhadap ekspor makanan halal Indonesia, berikut kerangka pemikiran yang dapat
dibentuk dari pembahasan:
Sumber: Olahan Penulis
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
|
III. Conclusion
Berdasarkan
pemaparan latar belakang serta pembahasan masalah diatas dapat disimpulkan
beberapa poin pembahasan sebagai berikut:
1.
Ibn Khaldun dalam
bukunya Muqaddimah telah mengusulkan benih dari teori perdagangan internasional
kontemporer meski terdapat beberapa perbedaan yang disebabkan oleh perubahan
kondisi.
2.
Manfaat perdagangan
internasional menurut beliau adalah memberikan kepuasan bagi penduduk,
memberikan profit bagi para pedagang dan pada akhirnya meningkatkan kekayaan
negara.
3.
Teori perdagangan
internasional modern merupakan sintesis dari teori sebelumnya serta memiliki
beberapa kesamaan dengan pemikiran ibn khaldun dalam muqaddimah, khususnya
untuk HO, OLI dan product cycle theory.
4.
Dengan menginfiltrasi
pemikiran Ibn Khaldun kepada ketiga teori perdagangan modern tersebut, didapat
langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memajukan ekspor makanan halal di
Indonesia dalam rangka mencapai tujuan wealth of nation.
Bibliography
Al-Qur’an Al-Kariem.
Agri-Food Trade Service Kanada. 2011. Global Halal Food
Market, Mei 2011. Retrieved from http://www.ats.agr.gc.ca/inter/4352-eng.htm#i
Ahmad, Ismail dan Abdul Razak Mahmud. 2006. Ibnu Khaldun
and The International Trade. Malaysia: University Teknology MARA (UiTM)
Ahmad, Imad A. 1996. An Islamic Perspective on the Wealth
of Nations, Conference on “Comprehensive Development of Muslim Countries”.
Minaret of Freedom Preprint Series 964
Ali, Ameer and Herb Thompson, 1999. The Schumpterian Gap
and Muslim Economic Thought. The Journal of interdisciplinary Economics,
1999. Vol 10., pp31-49.
Asian Development Bank. 2013. Free Trade Agreements, Asian
Development Bank. Retrieved from http://www.aric.adb.org/ftatrends.php
Beik, Irfan Syauqi dan Laily Dwi Arsyianti. 2006. Ibn
Khaldun’s Contribution on Modern Economic Development: An Analysis based on
Selected Economic Issues. Malaysia: International Islamic University
Boulakia, Jean David C. 1971. Ibn Khaldun: A Fourteenth
Century Economists. Journal of Political Economy, 79:1105-18
Dirjen Asia Pasifik. 2008. Perdagangan Indonesia
Malaysia. Kementrian Luar Negeri. Akses Vol 7/Desember 2007-Februari 2008
Dunning, J.H. 2000. The Eclectic
Paradigm as an envelope for economic and business theories of MNE activity. International Business Review, 9:163-90.
___________. 1988. The Eclectic
Paradigm of International Production.; Some Empirical Test. Journal of
International Business Studies, Vol. 11, pp.9 -31.
Effendi, Yuventus. 2014. Asean
Free Trade Agreement Implementation For Indonesian Trading Performance: A Gravity Model Approach. Buletin Ilmiah
Litbang Perdagangan, Bol. 8 No. 1, Juli 2014
Ekanayake, E.M., A. Mukherjee and B.
Veeramacheneni. (2010). Trade Blocks And The Gravity Model: A Study Of Economic
Integration Among Asian Developing Countries. Journal of Economic
Integration, vol.25 (4), 627643.
Galan, J.I. and Gonzalez-Benito, J
(2001). Determinant Factors of Foreign Direct Investment: Some Empirical
Evidence. European Business Review, Vol 13. No. 5, pp. 269-278.
Issawi, Charles (1958), An Arab Philosophy
of History, Selections from the Prolegomena of Ibn Khaldun of Tunis
(1332-1406), London; John Murray.
Jiang, F. (2004). Sequence of Enter
Mode Decision Making Process; New Evidence From Multinational
Pharmaceutical Firms’ FDI into China. Journal of Academy of Business
Economics, Jan 2004.
Kalirajan, K., and K. Singh. (2008). A Comparative Analysis Of
China’s And India’s Recent Export Performances. Asian Economic Papers,
vol.7 (1), 128.
Kemendag. 2014. Perkembangan Ekspor NonMigas (Komoditi)
Periode : 2009-2014. Retrieved from http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/indonesia-export-import/growth-of-non-oil-and-gas-export-commodity
Kemendag. Negara Tujuan Ekspor 10 Komoditi Utama.
Retrieved from http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/10-main-and-potential-commodities/10-main-commodities
Kemenperin. Perkembangan Ekspor Komoditi Makanan Ke
Negara Tertentu. Retrieved from http://www.kemenperin.go.id/statistik/query_komoditi.php?komoditi=food&negara=&jenis=&action=Tampilkan
Kemenperin. Perkembangan Ekspor 31 Kelompok Hasil
Industri Ke Negara Malaysia. Retrived from http://www.kemenperin.go.id/statistik/query_negara.php?negara=malaysia&jenis=
Kementrian perdagangan. Retrieved from www.kemendag.go.id
Krugman, Paul R, Maurice Obstfeld and Marc J. Melitz.
2010. International Economics: Theory and Policy. USA: Pearson
Education, Inc. Ninth Edition
Leamer, E.. 1955. The Hecksher-Ohlin
Model in Theory and Practice. US: Princeton Studies in International Economics
Madhok, A. and Phene, A. (2001). The
Coevolutaional Advantage: Strategic Management Theory and the Eclectic
Paradigm. International of the Economics of Business, 2001, 8, pp. 243-256
Oweiss, Ibrahim M. 2003.
Ibn Khaldun, Father of Economics, Iqtisad Al Islamy, Islamic World-net.
Rosenthal, Franz. 1987. Ibn Khaldun,
The Muqaddimah, Introduction To History, translated and abridged. Edited
by N.J. Dawood (1987), London: Rutledge & Kegan Paul Ltd,
Sofyan, Riyanto. 2011. Bisnis syariah, mengapa tidak?:
pengalaman penerapan pada bisnis hotel. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Soofi, Abdol. 1995. Economics of Ibn
Khaldun: Revisited, History of Political Economy. 27(2):387-404.
Suranovic, Steven M. 2004. International
Trade Theory and Policy lecture Notes. Updated on 16 Sept 04.
Thoha, Ahmadie. 2009. Muqaddimah Ibnu
Khaldun. Jakarta: Pustaka Firdaus. Cetakan Kedelapan
Vernon, R. 1979. The Product Cycle
Hypothesis In a New International Environment. Oxford Bulletin of Economics
and Statistics, Vol 4 No. 4, pp.255 – 67.
Yuniarti, D. (2008). Potensi Perdagangan
Global Indonesia: Pendekatan Gravity Model. Jurnal Ekonomi, vol. 13 (2) 119130.
Retrieved from http://journal.tarumanagara.ac.id/index. php/FE/article/viewArticle/553.
[1] Sebagian Besar Isi
Muqaddimah Ibn Khaldun diambil dari Thoha (2009), Issawi (1958) dan Rosenthal
(1987), yang merupakan buku-buku terjemahan dari Muqaddimah karena sulitnya
mendapatkan buku asli beliau.
[2] Arthur Laffer dalam papernya yang berjudul “The Laffer Curve:
Past, Present and Future” (2004) mengakui bahwa “Laffer Curve” sebenarnya
ditemukan oleh Ibn Khaldun.
No comments:
Post a Comment