1. Latar Belakang
Di
era globalisasi ini, kata halal menjadi suatu hal yang patut diperhatikan dalam industri yang
mencakup berbagai bidang seperti makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika.
Perhatian akan kehalalan suatu produk bahkan meluas mencakup seluruh industri
termasuk jasa seperti pariwisata, perhotelan hingga travel yang pada akhirnya
membentuk suatu sistem ekonomi halal yang dicita-citakan oleh para muslim scholar. Meski produk halal
beberapa waktu yang lalu lebih banyak dikonsumsi oleh umat muslim, namun dalam
beberapa dekade terakhir produk halal telah memperoleh lebih banyak pasar di
seluruh Negara. Banyaknya permintaan terhadap
produk halal tersebut kini tidak lagi hanya berasal dari komunitas muslim
tetapi juga komunitas non-muslim (Bakar, 2014). Logo halal (ﻝﻼﺣ) dalam
produk yang saat ini tidak lagi hanya sekedar isu keagamaan, telah sangat
meluas dalam konteks kualitas. Lebih jauh logo tersebut menjadi simbol bagi
suatu kepastian kualitas dan pilihan gaya hidup dalam bisnis dan perdagangan
(Islam Online, 2005).
Diestimasikan bahwa saat ini
nilai pasar halal global mencapai US$580 juta (Omar dkk, 2012). Data dari
Menteri Pertanian RI menyebutkan potensi perdagangan untuk produk halal di
pasar global bisa lebih dari 600 miliar dolar. Pertumbuhan ini terus meningkat
setiap tahunnya dengan tingkat pertumbuhan sebesar 20-30 persen sebagaimana
disampaikan Presiden RI dalam acara pembukaan 3rd World Islamic Economic Forum di Malaysia (Syahruddin, 2014). Jumlah
ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan
nilai dan perbedaan karakteristik yang sangat besar pada pasar konsumen dikombinasikan
dengan tren demografi yang kuat di seluruh dunia (Anne-Birte, 2007).
Tidak hanya permintaan terhadap produk halal, populasi
muslim juga berkembang cepat dari tahun ke tahun. Besarnya volume perdagangan
dan nilai pasar global produk halal tersebut tentunya tidak lepas dari peran
permintaan berjuta-juta muslim diseruluh dunia. Menurut
Soesilowati (2011), terdapat 1600 juta penduduk muslim didunia. Dari total
jumlah tersebut negara Indonesia menyumbang sebesar 180 juta jiwa, India, 140
juta; Pakistan, 130 juta; the Middle East,
200 juta; Africa, 300 juta; Malaysia, 14 juta and North America, 8 juta.
Grafik 1. Real GDP and Muslim Population (2014)
Sumber: KFH Research
Potensi lain datang dari data
pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan akan mencapai 3.4% pada tahun ini
dan 4.0% pada tahun 2015, dimana pertumbuhan GDP terbesar antara 4.5%-6.7%
diperkirakan akan terjadi di MENA, Asia dan Sub-saharan Afrika yang memiliki
populasi muslim terbesar didunia. Secara keseluruhan, negara-negara anggota OIC
diperkirakan akan mencatatkan pertumbuhan rata-rata sebesar 6.3 persen selama
2013-2018 lebih tinggi dibandingkan rata-rata global sebesar 5.3 persen.
Potensi Indonesia untuk mengembangkan produk halal semakin tinggi dengan
kedudukan Indonesia sebagai negara dengan GDP terbesar di OIC.
Grafik 2.
OIC Vs. Global GDP Growth
Sumber: KFH Research, World Bank
|
Table 1. Top 5 OIC by GDP (2013)
Sumber: World Bank (2013)
|
Pada kenyataannya, ketersediaan produk
halal masih sangat terbatas. Konsekuensinya, untuk memenuhi permintaan konsumen,
beberapa negara Islam justru harus mengimpor barang-barang halal dari
negara-negara non-muslim. Sebagaimana yang dilakukan oleh negara-negara Middle East dengan mengimpor daging
halal dari negara-negara non-muslim khususnya Australia dan Brazil (Sungkar, 2007).
Melihat kenyataan tersebut, potensi yang dimiliki Indonesia dalam mengembangkan
produk dan jasa halal serta membentuk pusat industri halal sebagai sumber
dinamis pertumbuhan ekonomi yang baru cukup signifikan.
Perilaku konsumen muslim dalam konsumsi
sejatinya tidak berbeda jauh dengan konsumen lainnya yang juga menuntut
kesehatan dan kualitas produk sekaligus memenuhi ketentuan syariah (Al-Harran,
2008). Pemerintah Indonesia memandang bahwa jaminan produk halal sangat perlu
dilaksanakan. Hal itu dikarenakan sertifikat atau logo halal dalam produk tidak
hanya menjamin umat muslim bahwa produk yang dikonsumsi atau digunakan telah
sesuai dengan hukum-hukum islam, tetapi juga mendorong industri dan manufaktur
untuk memenuhi standar halal yang syarat dengan kualitas (Ariff, 2009). Sertifikat
halal memiliki peran penting untuk memastikan kepada para konsumen bahwa produk
yang mereka inginkan telah memenuhi kondisi yang diperlukan oleh sebuah produk
halal.
Meski sebelumnya menjadi perdebatan,
pengesahan UU jaminan produk halal (JPH) di Indonesia telah disetujui DPR.
Langkah tersebut diharapkan dapat menjadi awal kemajuan produk halal dan
mempercepat agenda Indonesia sebagai pusat produk halal dunia. Selain itu
pengesahan Undang-undang tesebut juga merupakan langkah perlindungan konsumen
dan perlindungan dalam beragama yang tentunya membuka peluang kemajuan umat.
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, paper ini
bertujuan untuk mengidentifikasi pertumbuhan produk halal dan potensinya untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia serta perannya dalam memajukan ekonomi islam dengan
disahkannya undang-undang jaminan produk halal. Secara spesifik tujuan dari
penulisan paper adalah sebagai berikut: 1) mengetahui potensi kemajuan ekonomi
islam melalaui pengembangan produk halal; 2) menganalisa respons para pelaku
usaha terhadap tren JPH serta; 3) menganalisa pemetaan dan strategi dalam
meraih pasar produk halal.
Selanjutnya, paper ini akan ditulis dengan susunan sebagai
berikut, yaitu; Bagian kedua Paper membahas teori dan fakta yang dibutuhkan
dalam penulisan Paper. Bagian selanjutnya adalah bagian analisis dan pembahasan
dari isu yang diangkat dalam paper yaitu mengenai potensi kemajuan ekonomi Islam,
respons yang diberikan oleh para pelaku usaha serta pemetaan dan strategi dalam
meraih pasar produk halal. Pada bagian akhir dari Paper yang sekaligus sebagai
penutup akan dijelaskan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan.
No comments:
Post a Comment