Apr 14, 2015

Sejarah dan Perkembangan Produk Sukuk

Sumber Gambar




Perkembangan sukuk saat ini sejalan dengan perkembangan lembaga-lembaga keuangan baik bank dan bukan bank yang menggunakan atribut syariah seperti bank syariah, asuransi syariah, reksadana syariah dan lain-lain. Jika ditilik dalam sejarah Islam, sukuk bukanlah hal yang baru. Pada abad pertengahan, istilah ini sudah dikenal luas dan digunakan oleh para
pedagang Muslim yang melakukan transaksi perdagangan dan aktivitas komersial multinasional lain, sebagai bukti (klaim) atas kepemilikan aset investasi (Wahid, 2010: 5 dan DPS, 2014: 20). Secara umum perkembangan sukuk dibagi ke dalam dua periode yakni periode klasik dan kontemporer (DPS, 2014: 20).
Periode Klasik
Pada awal abad permulaan Islam (awal abad hijriah/ abad ke-6 M), istilah sukuk dapat ditemukan dalam berbagai literatur Islam klasik dengan berbagai variasi penyebutan nama, seperti Sakk, Sukuk atau Sakaik. Istilah tersebut memiliki arti sebagai suatu sertifikat atau dokumen. Pada zaman Rasulullah, telah ada sukuk yang berhubungan dengan bahan makanan. Namun kemudian Rasulullah memperingatkan umat Islam untuk meninggalkannya karena dekat dengan riba (Wahid, 2010:102 dan DPS, 2014: 20). Sukuk kemudian menyebar luas pada awal kekhalifahan Islam.

Dalam kitab Al-Muwatta’ karya Imam Malik disebutkan bahwa sukuk telah digunakan sejak abad pertama Hijriah pada masa pemerintahan Khalifah Al-Marwan ibn Al-Hakam, yaitu zaman dinasti Bani Umayyah (DPS, 2014: 20). Menurut Walter Fischel dalam Economic and Political Life of Medieval Islam, disebutkan bahwa sukuk yang digunakan pada masa itu merupakan nota yang dicap untuk bahan makanan dan diperdagangkan dipasar (Wahid, 2010: 103).
Selanjutnya sukuk mulai berkembang dan digunakan sebagai alat pembayaran dalam perdagangan. Seiring dengan terjadinya interaksi perdagangan internasional antara pedagang Muslim dan pedagang Barat khususnya para pedagang Yahudi, pada abad ke-18 M, sukuk mulai dikenal luas di Negara-negara Barat (DPS, 2014: 20). Pada periode tersebut, terjadi penyerapan istilah-istilah dalam Bahasa Arab kedalam Bahasa Latin, termasuk sukuk yang kemudian ditransfer ke dalam istilah perdagangan bahasa latin yaitu “check” atau “cheque” (DPS, 2014: 21 dan Wahid, 2010: 103).
Periode Kontemporer
Penerbitan sukuk sebagai instrumen pembiayaan oleh negara dimulai pada tahun 1775 M, yaitu pada zaman kekhalifahan Turki Utsmani. Pada saat itu pemerintah Turki Utsmani menerbitkan Esham untuk membiayai defisit negara setelah kekalahannya dari Rusia. Penerbitan sukuk tersebut dilakukan melalui proses sekuritisasi bea cukai tembakau, dimana investor akan menerima variable return sepanjang hidup mereka. Namun demikian pemerintah Turki Utsmani juga memiliki hak untuk dapat membeli kembali Esham tersebut sesuai diskresi pemerintah (Amana Bank, 2012).
Sejalan dengan pesatnya penerbitan obligasi konvensional yang berbasis bunga pada abad ke-19, para cendekiawan Muslim mulai berupaya mengembangkan alternatif dari instrumen sejenis yang berbasis syariah. Upaya tersebut mulai dilakukan sejak tahun 1978 oleh Yordania. Pada saat itu pemerintah setempat mengizinkan Bank Islam Jordan untuk menerbitkan obligasi syariah atau yang dikenal dengan obligasi muqaradah, dan diikuti dengan dikeluarkannya Muqaradah Act pada tahun 1981.
Upaya yang sama juga dilakukan Pakistan yang mengesahkan undang-undang khusus yaitu Peraturan tentang Perusahaan Mudhârabah dan Aturan Pengembangan Kontrol Mudhârabah tahun 1980. Namun upaya-upaya tersebut belum membuahkan hasil karena minimnya infrastruktur yang sesuai dan kurangnya transparansi (Kholis, 2010).
Penerbitan obligasi syariah yang pertama kali terhitung sukses adalah penerbitan Government Investment Issues (sebelumnya dikenal dengan Government Investment Certificate) yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia pada tahun 1983, meski institusi keuangan syariah pada saat itu belum dapat mengembangkan pasar sukuk yang dalam dan aktif (Wahid, 2010).
Mengacu pada konsep sekuritisasi aset, sejak akhir tahun 1990 struktur sukuk berbasis aset mulai dikembangkan di Bahrain dan Malaysia. Struktur tersebut pada akhirnya menarik perhatian banyak pihak karena dianggap sangat potensial diaplikasikan dalam rangka penerbitan instrumen dan pengembangan pasar modal syariah (Iqbal dan Mirakhor, 2008).
Penerbitan sukuk berbasis sekuritisasi aset dilakukan pertama kali di Malaysia. Pada tahun 1990, Shell MDS menerbitkan sukuk korporasi pertama dengan struktur Bai’ Bithaman Ajil senilai RM 125 juta (setara USD 33 juta). Sedangkan di Bahrain penerbitan sukuk mulai dilakukan pada Juni 2001, dimana Otoritas Moneter Bahrain (Bahrain Monetary Agency) menerbitkan sukuk Salam dengan tenor jangka pendek (91 hari) senilai USD 25 juta.
Pada tahun yang sama, penerbitan Global Corporate Sukuk pertama di pasar keuangan syariah internasional dilakukan oleh Kumpulan Guthrie Bhd, Malaysia melalui penerbitan sukuk senilai USD 150 juta. Menyusul berikutnya di tahun 2002, pemerintah Malaysia menerbitkan Global Sovereign Sukuk pertama kalinya dengan struktur sukuk Ijârah senilai USD 600 juta. Penerbitan dan pengembangan sukuk tersebut didukung oleh landasan syariah berupa fatwa yang memberikan pedoman dalam rangka penerbitan sukuk. Fatwa tersebut antara lain dikeluarkan oleh Islamic Jurisprudence Council pada tahun 2001, yang dianggap sebagai tonggak sejarah penting yang mendukung perkembangan sukuk (DPS, 2014: 22).
Pada tahun 2003, The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI) mengeluarkan AAOIFI Sharia Standards Nomor 17 tentang Investment Sukuk, dan memberikan definisi yang lebih komprehensif mengenai sukuk termasuk klasifikasi 14 jenis struktur sukuk dan ketentuan syariah mengenai penerbitannya.
Saat ini Sukuk tidak hanya diterbitkan oleh korporasi (corporate sukuk), tapi sukuk juga telah banyak diterbitkan oleh negara (sovereign sukuk). Bahkan penerbitan sovereign sukuk ini menjadi pendorong utama perkembangan pasar sukuk internasional. Sukuk juga diadopsi secara luas baik di negara yang berpenduduk mayoritas muslim maupun non-muslim (DPS, 2014: 23)
Negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Pakistan, Qatar, Bahrain, Saxony Anhalt (negara bagian Jerman), Uni Arab Emirates, Sudan, Gambia, Singapura, China, Jepang telah menerbitkan sukuk, dan diantaranya menerbitkan sukuk secara reguler baik di pasar domestik maupun internasional (DPS, 2014: 23). Pada tahun 2014, Inggris dan Hongkong bahkan telah menerbitkan sukuk perdananya, yang kemungkinan akan diikuti oleh penerbitan sukuk oleh Luksemburg dan Afrika Selatan pada tahun yang sama.
Perkembangan tersebut merupakan indikasi bahwa sukuk telah berkembang menjadi instrumen pembiayaan dan investasi berbasis syariah yang diterima secara universal. Sama sekali tidak terbatas pada suatu golongan atau bahkan agama tertentu saja (DPS, 2014: 23).

No comments:

Post a Comment