Apr 20, 2014

Istanbul, bukti sebuah peradaban

Nama Istanbul pastinya sudah tak asing lagi bagi para penyimak peradaban ataupun pecinta peninggalan peradaban. Kota ini merupakan ibukota dari Turki Usmani. Kota ini awalnya merupakan ibu kota ibu kota kerajaan Romawi Timur dengan nama Konstatinopel. Kota Konstatinopel sebelumnya sebuah kota bernama Bizantium, kemudian diganti dengna nama Konstantinopel oleh kaisar Constantin, kaisar Romawi Timur. Pada tahun 395 M, kerajaan romawi pecah menjadi dua, Romawi Timur dan Romawi Barat. Romawi barat beribu kota di Roma (Itali), sedangkan Romawi Timur beribu kota di Konstatinopel.

Kisah penaklukannya yang menakjubkan oleh Sultan Muhammad yang bergelar Al-Fatih, seketika membuat hati tertarik. Betapa tidak, aku adalah penikmat peradaban timur tengah yang menjadi tanah kelahiran Islam. Oleh sultan Muhammad al-fatih, kota konstantinopel yang artinya kota constantin, diubah namanya menjadi Istanbul yang artinya kota islam.

Pengaruh jatuhnya konstantinopel besar sekali bagi Turki Usmani. Kota tua itu adalah pusat kerajaan Bizantium yang menyimpan banyak ilmu pengetahuan dan menjadi pusat agama Kristen yang semuanya diwarisi oleh Usmani. Dari segi letak, kota itu sangat strategis karena menghubungkan dua benua secara langsung, Eropa dan Asia. Istanbul merupakan pusat peradaban pada kekuasaan Turki Usmani yang terpenting. Bukan saja karena  keindahan kotanya, akan tetapi juga karena di kota bekas pusat kekuasaan romawi timur itu terdapat pusat-pusat kajian keilmuan yang mendorong puncak kejayaan peradaban islam.

Menyebut tentang peradaban kota Istanbul, tentunya semua orang maklum adanya bahwa Istanbul merupakan salah satu kota dengan arsitektur terindah didunia. Setelah menaklukan Constantinople, Mehmed II yang kala itu baru berusia 21 tahun meminta agar pasukannya tak membantai warga kota serta tak merusak bangunan yang ada. Mehmed juga mengubah Katedral St. Sophia menjadi masjid, dan pada hari Jumat pertama, 2 Juni 1453, dia dan pasukannya menggelar shalat Jumat di tempat itu. 

Di awal abad ke-17, Sultan Ahmet I mendirikan Majid Biru di seberang Aya Sofia. Tak seperti Aya Sofia yang memiliki empat menara, Masjid Biru memiliki enam menara dan 36 kubah kecil di sekitar kubah induk. Dan Aya Sofia sejak itu menjadi museum. Lukisan-lukisan kramik peninggalan Katholik di dinding dan di langit-langit St. Sophia masih dapat disaksikan hingga kini. Untuk memberi nuansa Islam, Ottoman memasang tujuh kaligrafi besar di ruang utama, yang masing-masing bertuliskan nama Muhammad, empat khalifah pertama, Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, serta dua cucu Muhammad, Hassan dan Hussein.

Kota yang amat sayang tuk dilewatkan bukan? ^_^

No comments:

Post a Comment